Dokumentasi Perti Dusun Krageman Srumbung Magelang |
“Bukan
soal uang mas”,
Jawaban
sederhana seseorang yang menarik untuk saya dalami. Adalah tarjo, begitu
paraban teman-teman saya memanggil namanya. Seorang yang aktif di dalam salah
satu kesenian kubro siswo.
Selama
ini, masyarakat tidak banyak yang tahu tentang “upah” dari pelaku seni
tradisional yang sering main kesana kemari. Saya sendiri menyesal membangun
kesimpulan bahwa mereka ber “upah” banyak.
Lha
wong ndak tau j, biasa kalau orang jawa emang begitu lah. Mau tau atau tidak
tahu, yang penting buat penilaian. Kalau di dalam ilmu akademis, lupakan soal
validitas dan reliabilitas data.
Halah....panganan
opo kwi?
Wes,
ngene lur, kita belajar soal kearifan berpikir. Pada suatu waktu saya ngobrol
dengan beberapa pelaku kesenian tradisional. Mereka menceritakan bahwa upah
yang mereka terima sekedar “uang rokok”.
Bahkan
mirisnya, dari mereka terkadang hanya mendapatkan upah bisa makan di lokasi
pertunjukan. Nah, di sinilah saya mulai terangsang untuk mendalami pola
pemikiran mereka.
Bagi
saya ini sangatlah unik, dimana mereka seringkali pentas hingga larut malam,
namun bisa eksis / aktif menjadi pemain. Simaklah baik-baik, saya akan
menjelaskan apa yang buat mereka bertahan:
1.
Kebanggaan tersendiri
Rasa bangga ini muncul
karena mereka bisa andil bagian dalam menghibur masyarakat atau memperlihatkan
berbagai macam tarian yang mereka bisa.
Hampir semuanya merasakan
kepuasan rersendiri tanpa memperhatikan nominal yang akan mereka terima sebagai
penari tradisional.
2.
Touring Gratis
Ada-ada aja, tapi memang
begitu kok kenyataannya. Sebuah kesenian tradisional yang udah dikenal khalayak
ramai, akan sering pentas di lokasi-lokasi yang jauh.
Kebayakan dari mereka juga
belum pernah mengunjungi tempat dimana mereka akan tampil. Bagi mereka,
pengunjungan ini dianggap sebagai hiburan yang menarik dan seperti touring.
3.
Banyak teman
Tentu dong, mereka akan
selalu bertemu dengan orang-orang baru di lokasi pentas. Biasanya mereka
berkenalan dengan para panitia kesenian, bahkan pengunjung juga.
4.
Sedikit “terkenal”
(wajah dimana-mana)
Lha ini, kalau kesenian
udah dikenal, maka pemainnya juga dikenal to ya. Apalagi kesenian yang sudah
dipublikasikan dalam bentuk CD atau di uplut di youtube.
Wah....mereka merasa puas
dan sudah mulai muncul penganggapan terhadap diri sendiri sebagai aktris. Wajar
sih menurut saya.
5.
Seni itu bakat
Gerakan yang ditunjukkan
mungkin perlu latihan yang lama dan intensif. Namun, kenyataannya banyak dari
mereka merasa bahwa itu adalah bakat yang mereka punya.
Ya gpp, yang penting
mereka puas kok dengan anggapan itu. Beberapa diantaranya mengaku bahwa
gerakan-gerakan itu adalah bakat yang tersembunyi dalam diri mereka.
6.
Menjunjung nilai
kebersamaan
Kebahagiaan juga
didapatkan karena satu sama lain berada pada situasi dan tempat yang sama.
Perasaan ini membentuk kebersamaan yang tinggi diantara mereka.
Para pemain merasakan
suasana makan bersama, seadanya, upah seadanya, capek juga bersama dan ini
salah satu kepuasan tersendiri bagi mereka.
7.
Kesadaran
pentingnya Mempertahankan Budaya
Ada juga yang memang
memiliki dorongan karena ingin melestarikan budaya nenek moyang. Namun, saya
jarang menemui yang memiliki pemikiran seperti ini.
Sebagian besar karena
merasakan kebersamaan diantara mereka yang menimbulkan kenyamanan dalam
berteman. Meskipun begitu, ada benih rasa puas karena bisa menyelamatkan budaya
8.
Ajang Cari
“Gebetan”
Ini kejadian lur, karena
sudah terbiasa tampil dimana-mana kan mereka jadi terkenal. Biasanya mereka
upload foto saat pentas dan itu membuat teman di media sosial bertanya karena
penasaran.
Ya dari proses itu mereka
bisa mendapatkan gebetan melalui proses pelan dan ter arah.hehe...bahkan ada
juga yang langsung minta nomer hp setelah pentas. Ckckck...
Pada akhirnya, menjadi pelaku seni itu bukan dalam
rangka karier/ profesi. Mereka memiliki alasan yang membuat mereka bertahan
dengan upah sedikit.
Piye perasaanmu Lur, jadi pemain seni tradisional tapi
upah sedikit?
Comments