Namanya hidup desa, jamaah ibu-ibu
selalu saja membahas tentang hal yang tiada habisnya tentang tetangga.
Kebiasaan ini menjadi sebuah budaya yang menjadi “kearifan lokal” di
masayarakat,,,
”ngrasani”
Pagi itu, ibu-ibu yang sedang
belanja di warung mbak siti melakukan pendataan terhadap target pembicaraan
yang sedang “aktual” di masyarakat. Sebut saja, mbak sum wanita 35 tahun yang
tak kunjung menikah.
Ibu A: ehh bu...Sum ki kok gak
segera menikah ya, padahal meh tua?
Ibu B : Lhaiya (sebuah tanggapan
khas ngrasani), padahal pernah
berhari-hari gak pulang
Ibu C: hmm...pantess...saya yakin
udah gak bau kencur, paling yang
ngelamar emoh
#######
Haha....penggalan cerita tersebut
fakta, karena saya waktu itu sedang belanja gula jawa di warung mbak sit.
Apakah kalian sering membahas
tentang “kejombloan” teman kalian?memojokkan dengan inti pertanyaan “kapan
nikah nih?” ketauilah, pertanyaan tersebut terkadang membuat mereka sakit hati.
1.
Kamu
tidaklah tahu tentang rencana hidup dia
Setiap orang memiliki planning
tersendiri dalam menjalani hidupnya, sehingga kita tidak akan pernah tau apa
yang orang lain rencanakan untuk kedepannya.
Yakinlah bahwa pernikahan itu
merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, sehingga tiap orang akan
memiliki rencana kesitu. Namun, pahamilah bahwa rencana tiap orang itu
berbeda-beda, siapa tahu teman kita itu meletakkan pada nomer berapa.
2.
Terkadang
kita tidak mau memahami beban mereka
Kegagalan kita dalam membuat
kesimpulan adalah kita kurang bukti, dan hanya mengira-ira. Ini kalau kalian
anak akademisi, pemikiran kalian ndak ilmiah blas lur.hahaa...
Sebagai seorang teman, penting
sekali untuk menggali cerita dari dia dan mendalami kehidupannya.
Sampai kapan
kita menggali??? “sampai kita mampu memahami dia”
karena ketika kita gak paham dia, cenderung akan membuat penilaian yang salah.
Bangun keyakinan bahwa mereka pasti
memiliki beban tersendiri yang membuat mereka belum siap menikah. Baik itu
karena alasan ekonomi, keluarga, trauma, dsb.
3.
Pencarian
itu butuh proses dan pertimbangan matang, ndak Cuma seperti masak mie instan
Saya jadi ingat, bahwa mbah-mbah
saya dulu itu menikah karena perjodohan. Keuntungan yang didapat adalah tidak
membutuhkan proses lama dalam mencari, langsung “telolet”
Namun, jaman telah berubah dan
setiap orang membangun pertimbangan tersendiri dalam memilih keputusan. Memilih
mau makan tempe atau tahu saja punya pertimbangan, apalagi soal nikah?
Dalam beberapa studi tentang
perkawinan, hampir seluruh subjek memiliki pertimbangan yang tidak sama.
Sehingga berakibat pada kesiapan dalam menikah.
4.
Jodoh
itu paling utama masalah hati, cari yang “ngeh” atau “srek” itu ibarat nyari
jarum di tumpukan jerami
Peribahasanya mungkin berlebihan,
namun bagi mereka yang sulit sekali nyari yang cocok, mungkin tepat. Ya,,memang
permasalahan jodoh itu hati yang menentukan.
Tren masa kini, memang meletakkan
bahwa jodoh itu paling utama masalah hati, padahal masalah hati inilah yang
terkadang berubah-ubah dan sulit ditemukan.
Menilik di masa lalu, perjodohan
yang ditentukan oleh orangtua membuat anak tidak memiliki kebebasan dalam
memilih sesuai hati. Namun, bukan berarti itu membuat kebahagiaan tidak di
dapat setelah berumah tangga.
Masyarakat yang sekarang memang
meletakkan perkara “hati” yang utama, karena itu menjadi wujud kehati-hatiaan
mereka dalam memulai hidup yang baru dan sangat panjang nantinya.
5.
Membangun
keluarga itu seperti membangun organisasi, harus memiliki visi misi yang cocok
Tidak hanya masalah hati, akan
tetapi aspek pemikiran juga menjadi perkara penting dalam memilah calon
pasangan. Tentunya pertimbangan ini penting, meskipun efeknya adalah pada
waktu.
Bagi wanita yang memiliki daya
pemikiran jangka panjang yang di atas rata-rata, mereka akan cenderung memiliki
pertimbangan yang tidak main-main. Biasanya orang tersebut cenderung dianggap
cerdas.
Mereka mampu melihat peluang jangka
panjang dan melihat masalah-masalah jika asal mengambil keputusan. Sehingga,
yakinlah bahwa mereka yang belum menikah karena saking cerdasnya.
6.
Pencarian
terhadap jodoh adalah sebuah mutiara, semakin sulit didapat, semakin indah
hasilnya
Ada kepercayaan bahwa ketika
pencarian benar-benar selektif, maka hasilnya akan lebih baik. Kepercayaan ini
muncul karena anggapan bahwa pencarian yang sungguh-sungguh sebagai sebuah
ikhtiar.
Ini bukan berarti pilah-pilah, akan
tetapi tidak sedikit dari mereka yang menganggap bahwa itu merupakan usaha yang
sangat diniatin demi kebahagiaan masa depan. Tidaklah etis jika mengambil
kesimpulan mereka tidak mau usaha.
7.
Lupakan
istilah laku tidak laku, karena jodoh bukan barang jualan
Kesalahan berpikir masyarakat kita
adalah memunculkan tren pemaknaan yang selalu memojokkan pihak tertentu. Mereka
yang masih lajang dianggap tidak laku.
Itu otomatis memunculkan kepercayaan
bahwa single itu dianggap “buruk”. Apabila ini membudaya di masyarakat kita,
akan membuat tertekan mereka yang belum memiliki jodoh.
Faktanya, semua itu hanyalah tafsir
/ anggapan / opini yang sebenarnya membuat salah satu pihak dirugikan, dalam
hal ini yang masih single. Ingatlah bahwa single / menikah itu juga merupakan
pilihan, dan kembali lagi bahwa pilihan itu memiliki dasar tersendiri.
8.
Mereka
yang berjodoh belum tentu lebih bahagia ketimbang yang masih menyendiri
Anggapan bahwa yang sudah
berkeluarga akan lebih bahagia nampaknya kuranglah tepat. Lha gimana lur,
banyaknya terjadi perceraian kok dikalangan masyarakat kita.
Para artis yang mengalami perceraian
menjadi tokoh yang patut kita ambil hikmah dari kisah mereka, bahwa membangun
keluarga tidaklah mudah dan penuh tantangan.
Dalam penelitian saya menunjukkan
bahwa setiap masalah itu merupakan tantangan karena selalu ada peluang di
dalamnya.
Namun, bisa bergeser menjadi beban
ketika risiko yang didapat itu memberatkan kondisi psikologis dan fisiknya.
Beban itu harus diatasi, apabila tidak akan menjadi sebuah ancaman.
Lha, dalam kajian ilmu psikologi,
ancaman itu merupakan situasi yang harus dihindari. Maka, permaslaahan keluarga
yang sudah dianggap mengancam, harus dihindari dan itu artinya perceraianlah
solusinya.
Dari sini, mereka yang single pasti
ada yang selalu mengambil hikmah dari perceraian orang lain. Dan itu membuat
mereka berhati-hati dan merasa nyaman dengan kesendirian mereka.
9.
Pada
akhirnya, Allah yang Maha tahu tentang ketepatan waktu
Ya, nampaknya semua orang meyakini
bahwa jodoh itu adalah urusan Tuhan. Ketika kita selalu memojokkan orang lain
dengan pertanyaan kapan nikah, itu akan membuat mereka tertekan.
Problemnya akan memanjang, jika
tekanan itu membuat mereka malu dan tergesa-gesa dalam mencari jodoh karena
tekanan itu. Apa kalian siap bertanggungjawab atas itu??
Setiap orang memiliki prioritas yang
diperjuangkan, dan siapa tahu bahwa mencari jodoh belum menjadi prioritas
utama.
Namun yakinlah garis finish nya
adalah “pernikahan”
Comments