Tidak dapat dipungkiri, wanita yang aktif di dalam komunitas hijab akan selalu berhubungan dengan tren kekinian. Apabila dulur melihatnya dari sisi negatif, maka mereka yang aktif di dalam komunitas hijab akan selalu berhubungan dengan gaya hidup yang tinggi.
Anggapan ini tentunya didasarkan oleh pengamatan secara
kasat mata secara sekilas. Maka lur, sebagai manusia kita hendaknya mendalami
sesuatu lebih dalam untuk mengambil kesimpulan.
Terlepas
dari anggapan itu semua, jika dulur-dulur mendalami tentang komunitas hijab,
salah satunya hijabers community jogja, maka anggapan itu bisa pudar secara
lambat laun. Sebagai komunitas hijab, HC memiliki keragaman dalam kegiatan yang
bernuansa islami.
Kegiatan sosialpun tak luput dari agenda mereka. Bahkan para
komite, semakin bisa menjaga martabat mereka sebagai seorang wanita.
Perlu
digarisbawahi tentang martabat yang terjaga, karena ini berarti tentang akhlaq
/ moral yang bisa terbentuk karena keaktifan mereka di HC. Yuk, kita ulas
sedikit lur tentang proses terbentuknya;
1.
Relasi Pertemanan
Baru
Bergabungnya mereka pada
komunitas hijab akan memberikan relasi pertemanan yang baru. Pertemanan sebagai
bentuk yang unik dari sebuah relasi sosial yang memungkinkan untuk mengatasi
batas-batas yang beragam diantara mereka.
Berkumpulnya wantia-wanita muslimah
ini tentu akan berusaha mencapai tujuan yang sifatnya islami dan ini secara
perlahan akan membentuk karakter keislaman mereka.
2.
Perubahan Pandangan
terhadap Jilbab
Wanita yang memutuskan
memakai jilbab maka akan menjadi tuntutan moral untuk menjaga perilaku mereka
sebagai seorang muslimah.
Keputusan untuk bergabung pada komunitas hijab akan memantapkan pandangan wanita bahwa
wanita berjilbab dapat menunjukkan karakter/perilaku kemuslimahan seseorang.
Hal ini menandakan bahwa jilbab tidak hanya berurusan dengan fashion
3.
Terbentuknya Rasa “isin” atau “malu”
Mereka lur, yang menjadi
bagian dari komunitas akan terbentuk sebuah budaya baru yang mencerminkan
karakter komunitas hijab. Telah saya jelaskan sebelumnya bahwa mereka memiliki
kegiatan sosial dan keagamaan yang intensif.
Lha ini sebagai “rem” atau
“pengendalian” mereka dari perilaku negatif yang dapat merusak citra baik
komunitas. Dorongan menjaga ini, karena adanya rasa “malu” jika nama perilaku
mereka menyimpang dari budaya muslimah.
4.
Identitas Sosial
Positif
Hijabers Community di
jogja telah memiliki nama baik di mata masyarakat. Mereka yang tergabung di
dalamnya akan membawa nama identitas dari HC. Identitas sosial ini membawa pada
nilai-nilai positif yang dianut diaantara mereka.
Sumber sumber nilai seseorang
dapat diperoleh dari kebiasaan, dan idnetitas kelompok atau budaya lain (Tajfel
& Turner, 1979). Perlu dulurku pahami, bahwa terbentuknya moral berawal
dari adanya nilai yang dianut oleh seseorang.
5.
Membawa Nama agama
Lur, HC itu hanya
beranggotakan wanita muslimah yang berhijab. Jika kalian cwo, jangan berharap
bisa masuk.ha.ha.ha...Menjadi suatu keharusan, jika sebuah komunitas berdiri
dengan nama agama mencerminkan jiwa keber agamaan.
Nilai keagamaan yang
terlihat dalam komunitas ini diantaranya, silaturrahim, saling mengasihi,
ketaatan, dsb. Semua nilai tercermin di dalam perilaku mereka di dalam
komunitas, bahkan di luar komunitas.
Rujukan :
Tajfel, H., & Turner,
J.C. (1979). An Integrative Theory of Social Conflict. In Austin, W. Dan
Worschel, S. (Eds.), The Social Psychology of Intergroup Relations. Monterey
: Books Cole.
Comments