Bila dilihat secara umum, keduanya
sebenarnya sejenis yaitu tentang usaha potong rambut. Namun, dari beberapa segi
memiliki perbedaan yang mencolok apabila ditelaah lebih dalam. Dalam hal ini
saya akan mengupas sedikit tentang perbedaan antara cukur rambut dengan
barbershop.
1.
Latar Belakang sejarah
Cukur rambut ada di indonesia bermula dari china
tepatnya tiongkok yang datang ke Madura. Oleh karena itu, pangkas/cukur rambut
identik dengan madura. Apabila dulur mengamati di lingkungan yang semi
perkotaan, maka akan seringkali menemukan tukang cukur rambut yang berasal dari
Madura.
Lha, dari situ dapat diambil kesimpulan bahwa tukang
cukur rambut merupakan budaya dari timur. Kondisi ini berbeda dengan barbershop
yang dari namanya saja jelas nama barat. Yups...barbershop itu awal mulanya ada
di perancis.
2.
Akses dan Lokasi
Lokasi antara keduanya memiliki perbedaan yang jelas.
Cukur rambut lebih erat kaitannya berada di Desa dan semi perkotaan, sedangkan
barbershop lebih pada daerah perkotaan atau metropolitan.
Cukur rambut menggambarkan tentang kaum menengah ke
bawah, sedangkan barbershop menggambarkan kaum menengah ke atas. Tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya, akan tetapi memang jika dilihat dari segi
tersebut memang mencerminkan statement tadi.
3.
Perlakuan dan layanan
Apabila melihat perlakuan dari cukur rambut terutama
di wilayah Desa, akan identik sekali dengan konsep “paseduluran, kekeluargaan,
dan kehangatan hubungan”. Ini dikarenakan tukang cukur rambut di Desa sangat
mengenali wilayahnya, sehingga yang cukur ditempatnya kemungkinan besar ia
kenal.
Aspek kekeluargaan ini muncul karena sudah saling
mengenalnya mereka dan terjadi interaksi yang cukup banyak di dalam kehidupan
bermasyarakat. Kekeluargaan dalam proses cukur rambut ini diperlihatkan dengan
adanya saling ngobrol kesana kemari.
Situasi berbeda akan terlihat pada barbershop dalam
hal perlakuan. Wilayahnya yang berada di lingkungan perkotaan, akan identik
dengan individualisnya. Meskipun begitu obrolan mungkin akan tetap berjalan di
dalamnya, namun tidak sehangat dengan cukur rambut.
4.
Sasaran yang dituju
Dalam barbershop, mereka cenderung menyediakan aspek
keindahan di dalam seni memotong rambut. Maka, pelanggan yang dituju cenderung
mereka yang sangat mengikuti tren dan gaya rambut. Itulah sebabnya, keahlian di
barbershop harus di upgrade menyesuaikan dengan tren. Maka, sasaran utama bisa
dikatakan bagi mereka yang berjiwa muda.
Baca Juga : Cara sukses mempromosikan usaha pangkas rambut
Pada cukur rambut, aspek keindahan tidak terlalu
diutamakan karena yang terpenting adalah kerapian. Lha rapi ini di dalam
masyarakat desa tergantung oleh adat istiadat/tata krama, nilai-nilai
kepantasan, dan nilai kesopanan. Maka, biasanya orang-orang dari usia tua
memotongkan rambutnya di tukang cukur rambut.
Merujuk pada hal tersebut, masyarakat desa potong rambut
karena dianggap sudah melanggar nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Lha
disinilah yang unik, karena tidak sedikit dari mereka mencukur rambutnya karena
di anggap sudah tidak pantas dilihat orang lain, tidak sopan jika untuk bergaul
di dalam kelompok masyarakat.
5.
Penyedia Jasa / Pencukur
Perbedaan yang cukup mencolok juga terlihat dari segi
si pencukurnya. Pada barbershop, penampilan si tukang cukur sangat necis, gaul
dan kekinian. Busana yang dikenakan cenderung update dan keindahan penampilan
ini sangatlah dijaga sebagai wujud dari daya tarik.
Lha, pada tukang cukur di Desa tidaklah mengutamakan
hal tersebut. Prinsip mereka ala kadarnya dan yang penting sopan, serta tidak
kumuh. Penampilannya mencerminkan kesederhanaan dan memperlihatkan sebagai “wong
cilik” yang siap membaur dengan siapapun.
6.
Fasilitas dan kios
Dari segi penampilan kios, barbershop menawarkan
tempat cukur yang elegan, kekinian, keren dan terkonsep. Barbershop memiliki
logo khusus untuk membuat identifikasi yang membedakan dengan kios lain,
kiospun terletak pada tempat khusus dengan melihat aspek kesetrategisannya.
Fasilitas yang disediakannya pun mengarahkan pada
idiom “tren”, AC, Wifi, TV, toilet bahkan menjual produk perawatan bagi rambut
pria. Ini menunjukkan bahwa barbershop memang menjual tren atau kekinian.
Apabila kita membandingkan dengan cukur rambut desa,
maka idiom tren itu menjadi nomer yang kesekian kalinya. Kiospun bisa terletak
di rumah, karena memang dari segi modalpun tidak terlalu banyak.
Para tukang cukur rambut Desa, mereka tidak
mengutamakan menjual tren, namun benar-benar fokus pada “yang penting berjalan”
atau menjual kemamppuan apa adanya. Fasilitas yang adapun sangat sederhana,
terkadang hanya radio. Saya pernah memotongkan rambut saya di Desa sebalah,
bahkan meletakkan burung peliharaannya di dalam kios.
Ketiadaan fasilitas seperti wifi, ac, dll di tempat
cukur rambut karena itu dianggap tidak penting. Para pencukur rambut mengatakan
bahwa bagi mereka yang penting itu “mencukur” nya bukan fasilitasnya.
Prinsipnya, yaitu apa butuhnya / opo butuhe.
7.
Gaya rambut / teknik potong
Dari segi kiospun memperlihatkan tren, apalagi jenis
potongannya. Barbershop menawarkan bentuk pangkasan yang sesuai dengan tren,
kekinian dan berbagai macam jenis tipe potong rambut. Keahlian dari tukang
cukur barbershop lebih bervariasi.
Lha sedangkan pada cukur rambut, keahliannya terbatas
dan tidak update terhadap gaya rambut. Hal ini bukan dikarenakan mereka tidak
ingin mempelajari, namun para pelangganpun banyak yang tidak terlalu
mempermasalahkan hal tersebut.
8.
Pelanggan
Barbershop fokus utamanya pada pelanggan yang “gila”
akan tren dan hal-hal yang baru. Mereka datang ke barbershop dengan motivasi
untuk keindahan rambutnya, dan mendapatkan perawatan yang mencerminkan “keberpriaan”.
Memang, barbershop ini dikhususkan atau identik dengan
pria, sehingga perawatannya pun yang disukai oleh pria. Para pelanggan adalah
pria yang tidak mau ketinggalan oleh perubahan zaman.
Pada cukur rambut, pelanggan lebih cenderung pada
orang yang memang dirasa rambutnya sudah panjang atau sudah dinilai tidak
pantas. Motivasinya bukan untuk tren, namun untuk mengembalikan nilai
kepantasan dan kesopanan, sehingga layak untuk bergaul di masyarakat.
9.
Aktifitas para pelanggan saat mengantri
Para pelanggan di barbershop, saat mengantripun mereka
cenderung untuk menikmati aktifitasnya sendiri / individual, seperti Wifi (jika
ada), main hp, baca buku, atau nonton tv. Namun, pelanggan tidak bebas untuk
beraktifitas seperti merokok.
Para pelanggan di cukur rambut, tidak bisa menikmati
fasilitas yang ada di barbershop, selain tidak ada, juga karena memang mereka
tidak begitu menyukai aktifitas individualisnya. Jikalau ada pelanggan lain
datang, mereka cenderung saling mengobrol dan membahas apapun di luar topik
rambut.
Baik pelanggan satu dengan yang lainnyapun sangat
tercipta suasana yang hangat, dan penuh kekeluargaan. Mereka saling menanyakan
alamat rumah, kondisi desa, keluarga, dll yang sekiranya nyambung. Mereka bebas
untuk merokok, di dalam kios.
10. Harga
Barbershop tidak hanya menjual keahlian dalam
mencukur, akan tetapi menjual fasilitas, serta tren, maka sekali potong rambut
bisa habis Rp 25.000 s/d 40.000. Semakin tenar, maka semakin mahal. Prinsip utama
dalam menentukan harga adalah bisnis.
Lha kalau di tukang cukur rambut benar-benar murni
menjual kemampuan mencukur, maka harga cenderung murah; Rp 5.000 s/d Rp 10.000.
Prinsip yang digunakan sangat tergantung pada nilai-nilai masyarakat,
diantaranya harga yang menjunjung tinggi kekeluargaan, persaudaraan, rasa
pakewuh, dan rizki barokah.
Comments